Tuesday, April 2, 2013

Satu Pergi, yang Lain Datang, Begitu Seterusnya

          Kayaknya kemarin-kemarin baru aja gw diberi kesenangan di dalam selingan hidup gw. Gw ngerasa seperti ada yang berubah, entah itu di dalam diri gw, di lingkungan tempat gw berpijak saat ini, atau bahkan di setiap dalam diri individu yang gw temui saat ini. Semua nya tampak berbeda dari biasanya, terlihat lebih mellow, puitis, dan slowmotion. Entahlah, apa mungkin ini pengaruh hujan besar yang baru saja kemarin turun menghantam kosan gw di sore hari setelah gw kelelahan bepergian jauh. Langit kelam, langit biru.. semua tampak aneh di mata gw. Gw nyalakan kipas angin berukuran kecil di kamar kosan gw, terdengar suara desingan kipas yang lambat dan mendayu-dayu. Sepertinya hari itu gw benar-benar kelelahan. Otak gw tak mampu bersinergi dengan badan gw. Gw coba untuk menundukkan kepala di atas matras, menelungkupkan badan, dan merentangkan tangan dan kaki selebar-lebarnya. Fiuhh.. nikmatnya matras berukuran dua kali satu meter yang berisikan busa ini. Seakan-akan gw bersatu dan bercinta dengan matras gila ini. Matras gila? Ya matras ini memang tidak terlalu nyaman, tapi siapapun yang sedang dalam keadaan "tidak stabil", dia tidak akan bisa menolak magnet dari sang matras. Angin dari kipas berdesir-desir di seluruh permukaan kepala gw dan badan gw yang saat itu terasa seperti batu. Perlahan-lahan daya otak gw menurun, tegangan mata mencapai titik minimum, dan seketika gw tertidur lelap ditemani oleh air mata bidadari dari langit...

-----------------------------------------------------------------------------

                                    Kunang-kunang kecil
                                    Kunang kunang manis
                                    Menyelimuti embun pagi
                                    Di bawah pohon rindang
                                    aku tertidur

                                                          Kutengadahkan kepalaku
                                                          Melihat matahari terbit
                                                          di kejauhkan ufuk barat
                                                          Kumelihat ciptaan Tuhan
                                                         diselimuti awan lembut


          Pukul 16.30, langit masih memperlihatkan ketidakbahagiaannya. Setelah tiga setengah jam gw tertidur setelah melaksanakan shalat Jumat, akhirnya gw terjaga kembali, kepala gw rasanya pusing tak menentu. Hujan sudah semakin reda, hanya tinggal menyisakan rintik-rintik rindu. Gw coba untuk mengangkat badan gw dari matras raja, dan pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan suatu ritual. Hahhh.. berat sekali rasanya untuk berjalan ke kamar mandi saja. Gw merasa hati jiwa gw belum berkumpul sejak mulai terjaga, bahkan sejak gw belum terlelap, sebagian jiwa gw rasanya masih berada di suatu tempat yang tidak ingin gw tinggalkan. 

        Gw kembali ke kamar dan mendapatkan lampu notifikasi ponsel gw berkedip. Oh, ternyata kakak kandung gw sudah tiba di Yogyakarta sedari tadi pagi. Hmmm, udah cukup lama gw tidak bertemu dengan kakak kandung gw yang kedua, tepatnya tiga bulan kurang. Lumayan rindu juga gw. Ketidakbahagian langit yang berpengaruh pada gw dicerahkan dengan kedatangan kedua kakak kandung gw bersama suaminya dan juga satu kakak sepupuku. Meski langit sudah sedikit cerah, namun tidak dengan tubuh gw, tulang-tulang di badan gw rasanya masih belum begitu rekat, begitu juga otot yang masih menegang. Dengan keadaan seperti itu, gw diajak untuk jalan-jalan mengitari Alun-alun Kidul Keraton bersama kakak - kakak gw di malam harinya. 

            Ah iya, gw hampir saja lupa punya janji dengan anak kosan. Teman gw yang baru lulus sidang S2 ini akan mengkhatamkan kosannya di Yogyakarta dan pulang ke kampung halamannya di kota Bandung karena dia hanya tinggal menunggu wisuda yang akan dilaksanakan Bulan April. Gw punya janji untuk mengantarkannya ke Stasiun Tugu Yogyakarta sekalian minta pamit untuk pulang. Ahh, orang Bandung satu-satunya di kosan gw dan yang satu-satunya yang dekat dengan gw, akhirnya pulang meninggalkan Kota Yogyakarta. Gak sengaja gw baca status updatenya di Blackberry Messanger, "Yogyakarta is always be my second home." Yap, gw ngerti gimana perasaan dia harus pulang, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena membawa pulang hasil baik kepada kedua orang tua, dan sedih karena harus meninggalkan kota yang sangat penuh dengan kenangan ini. Bila gw jadi dia, gw sangat berat hati untuk meninggalka kota ini darimanapun sisinya, darimanapun asalnya..

         Pukul 19.30, gw mulai starter motor gw untuk dipanaskan karena gw udah memiliki janji dengan kakak gw bertemu di seberang Stasiun Tugu Yogyakarta sekalian mengantar teman kosan gw ini. Sekali lagi gw nikamtin jalanan di sepanjang jalan dengan begitu mellow dan slowmotion, gw lihat orang-orang beriringan berjalan, mengistirahatkan tubuhnya di angkringan, tukang becak yang dengan berat mengayuh pedal becaknya, kuda-kuda kekar yang menarik gerobak delman di sepanjang Jalan Mangkubumi, lampu-lampu kuning di jalanan yang membuat suasana tampak hangat, hingga Tugu Yogyakarta yang tampak megah di perempatan jalan.  Semuanya tampak puitis di mata gw saat itu. Sampai saatnya gw harus berpisah dengan teman kosan gw ini di seberang Stasiun Tugu Yogyakarta. Selamat jalan kawan..

          Sedari kepergian teman gw, gw parkirkan motor di pelataran pinggir jalanan, dan menemui kakak gw beserta suaminya, dan saudara gw sedang nyaman bercanda gurau di lesehan sebuah angkringan. Gw datang menghampiri dan mereka menyambut hangat kedatangan gw dengan berjabatan tangan yang artinya "Sudah lama tak jumpa." Akhirnya gw pun ikut makan di angkringan secara gratis karena dibiayai oleh kakak gw. Suasana disini benar-benar lepas, saling melepas rindu, bercanda gurau lelucon lama, dan saling bercengkrama satu sama lain. Kami semua menghabiskan malam Sabtu itu dengan berkeliling keraton Yogyakarta, tepatnya Alkid Keraton Kota Yogyakarta. 

        Hingga keesokan harinya, kami sekali lagi menghabiskan waktu di luar berkeliling Kota Yogyakarta untuk yang terakhir kalinya sampai malam. Kenyamanan ini mengingatkan gw pada sesuatu. Gw masih rindu akan satu hal dan tak tahu apa itu. Sampai akhirnya malam pun tiba dan menurunkan air mata bidadari. Kami terpaksa harus pulang dan tidak melanjutkan perjalanan. Kecewa rasanya, tapi mungkin sebatas ini sudah cukup Tuhan memberikan gw kesenangan untuk melepaskan rindu bersama saudara-saudara. Gw pulang ke kosan dan teritidur lelap sampai keesokan di pagi hari. Gw terbangun dan membaca messanger dari kakak gw yang berisikan permintaan pamit ingin pulang ke Kota Bandung.

           Semua rasanya begitu klise, begitu cepat, bagiakan puisi pendek yang memiliki banyak makna tersirat dalam isinya. Menusuk tajam di dalam hati dan pikiran. Rasanya seperti maju ke masa depan dan kembali lagi ke masa dimana sebenarnya kita berpijak dan melakukan kerutinan keseharian kita. Meninggalkan sesuatu yang tidak seharunya tetapi enggan pergi. Yang satu pergi, Yang lain datang dan begitu seterusnya.. 

            Setelah beberapa lama waktu mengistirahatkan pikiran, akhirnya gw sadar...

       "gw masih rindu dengan suasana suatu tempat tertinggi yang pernah gw pijak di Jogjakarta, Gunung Merapi. Aku tidak akan pernah melupakan bisikan-bisikanmu." 



-written @KosanKaliurang

No comments :

Post a Comment