Saturday, April 6, 2013

Merapi, aku merindukanmu

      "Biasanya kalo jam segini mataharinya masih baik, kalo udah siang dikit udah nusuk." 

      "Hahaha iya di bawah aja udah nusuk, apalagi di atas mas!"

      Obrolan singkat diatas gw laluin dengan seorang komikus asal Jakarta sambil terengah - engah menelusuri tanah licin bersemak dan menanjak di suatu dataran tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta. Burung - burung belum berkicau, hanya ada suara jangkrik menemani rembulan yang diselimuti kabut. Daun - daun berdesir seiring semilirnya angin berhembus membisikkan telinga seorang insan "Datanglah sebelum cahaya.."

-------------------------------                        --------------------------------           

       Tepat 1 minggu lebih satu hari selebelum menulis postingan ini, gw telah mengunjungi rumah alam di Jogjakarta, kaki Gunung Merapi. Ya, akhirnya Allah telah mengizinkan gw untuk berkunjung ke salah satu ciptaan-Nya yang maha besar, maha maut bila Dia mengaktifkannya dengan satu tiupan. Subhanallah, sungguh indah ciptaan-Mu, megah hingga mencakar langit yang membentang begitu luasnya.

          Pukul 03.30, 29/03/13
         Hujan deras membasahi genteng-genteng seng kosan gw dengan merdunya memecah kesunyian atmosfir di pagi buta. Akhirnya kami (gw dan satu teman kosan) menerjang hujan dengan semangat yang tidak kunjung hilang sampai ke tempat briefing awal di Vogels Hostel, kawasan wisata Gunung Merapi. Kami datang sedikit terlambat dari yang telah direncanakan sebelumnya, karena terlhalang oleh derasanya hujan yang harus kami hadapi di sepanjang jalanan sebagai "rintangan awal" dan pemanasan. Sesampainya disana kami berlima (bersama 3 orang teman dari teman kosan gw) kami cukup tertegun saat masuk ke ruangan briefing milik Bpk. Christian Awuy, seorang senior dalam soal per-hiking-an, karena disana telah duduk berjajar lima orang dari Swiss (satu keluarga, seorang Ayah, Ibu, dan tiga orang anak, dengan umur yang paling muda adalah tujuh tahun), dan dua orang yang aku tak tahu asalnya, tapi dilihat dari tampangnya, mereka tampak seperti orang British. Mereka tengah menghabiskan hidangan yang telah dihidangkan oleh paket wisata Lava Bed Merapi, sedangkan kami, baru saja ingin meyeduh teh hangat yang baru kami tuangkan ke dalam cangkir bening berisikan gula pasir. Rasa malu yang bercampur aduk dengan rasa senang karena melihat semangat-semangat dan wajah cerah yang dirasakan oleh orang-orang Barat itu dipecahkan dengan pembukaan dari sang bapak senior.

          "Good morning everyone!"
          "This morning we will walking a little further that called trekking."

          Bapak senior ini menjelaskan dengan detail apa-apa saja yang akan kami semua lakukan pada hari ini dengan menggunakan bahasa internasional. Trekking. Kami semua akan melakukan sebuah perjalanan yang cukup jauh di pagi buta untuk melihat sunrise dari ketinggian kaki Gunung Merapi. Memang hanya sebuah trekking, buka hiking. Tapi gw tau ini pasti kan memakan banyak tenaga karena trekking tidak berkemah seperti halnya hiking yang memakan waktu lebih lama dari trekking. Bapak senior ini menunjukkan rute - rute dan mendeskripsikan wilayah-wilayah yang akan kami lalui nanti, dan ada beberapa wilayah dengan simbol warning yang berarti tidak boleh untuk dikunjungi karena wilayah tersebut merupakan wilayah dari gunung berapi yang berbahaya dan cukup tidak aman untuk dikunjungi dengan adanya gas - gas yang masih aktif keluar dari pegunungan. Di sini gw cukup kagum dengan anak bule berumur tujuh tahun ini, dia pasti sangat cerdas, karena selama penjelasan yang diberikan oleh Bpk. Awuy, dia benar-benar menyimak, dan mencoba untuk melontarkan beberapa pertanyaan kritis kepada sang senior, yang tentunya akan dijawab kritis juga oleh beliau. Tapi senormal-normal anak berumur tujuh tahun, tetap saja pertanyaannya itu lugu menurut gw. Dia berulang kali bertanya "So, we did'nt see the lava on there?". Bpk Awuy menjelaskan sedemikian rupa untuk menjelaskan kepada anak berdarah Swiss ini agar paham dengan mudah bahwa kami tidak mungkin melakukan hal itu, karena hal itu adalah berbahaya, dan beliau menegaskan bahwa perjalanan kali ini akan baik-baik saja agar kami semua tidak cemas. Gw lihat raut muka beliau yang juga cukup kagum dengan anak satu ini, dan dia bertanya kepada anak itu "How old are you?". "I'm seven" Jawab anak kecil itu. "Ouh, you are not the younger, the youngest had ever come to this place is five, i told you." Bapak senior ini menyemangati anak berumur tujuh tahun itu agar tidak kalah dengan anak bberumur lima tahun yang pernah ikut andil dalam rute pendakian ringan ini. Anak bule memang ajaib! Ini gambar peta dari rute pendakian ringan gunung merapi..



      Setelah panjang lebar menerangkan hal-hal penting dalam trekking kali ini, kami semua mengecek kembali perbekalan kami masing-masing, seperti perlatan pribadi dan konsumsi pribadi, kecuali gw dan salah satu teman kosan gw, sedang melanjutkan makan roti dan menyeduh teh karena masih kelaparan (padahal sebelum berangkat kemari gw sudah makan nasi di warung burjo). Breakfast awal kami memang sangat sederhana, kami memakan roti sebagai pengganti nasi yang diberi selai kacang, srikaya, dan lain-lain yang telah disediakan oleh paket wisata. Tidak perlu kenyang - kenyang sekali untuk menempuh perjalanan pendakian ringan ini, karena bila terlau kenyang, kita malah merasa lelah dan ngantuk, jadi secukupnya saja untuk mengganjal perut masing-masing dan mengisi tenaga yang hilang di pagi buta saat kita tertidur (ini tidak berlaku bagi gw, gw makan sampai kenyang hahaha). Karena acara trekking ini sudah paket wisata, kami diberi breakfast awal (sayang kan kalo ga dihabiskan? hehe), breakfast pagi setelah selesai pendakian, dan sebelum memulai perjalanan Aqua botol sudah berjajar banyak di atas sebuah meja bundar. Masing-masing dari kami boleh mengambil maksimal dua botol. Berhubung gw sudah membawa Aqua 1 Liter, 1 botol Fruity, jadi gw hanya mengambil 1 botol Aqua gratis saja alias buat jaga-jaga, karena dengan 1 liter Aqua dan 1 botol Fruity saja tas gw sudah terasa berat.


           Usai dari briefing dan breakfast kecil ini, kami keluar ruangan dan berkumpul, ada yang masih ingin ke kamar mandi, ada yang masih memastikan agar tidak ada barang-barang yang tertinggal, dan mengecek segala peralatan. Gw mengecek peralatan gw yang paling penting dan direkomendasikan oleh Bapak Awuy, yaitu senter. Sehari sebelum mendaki gw membeli sebuah senter, maklum gw anak baru di kosan, jadi sangat minim peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Alat ini begitu penting bagi gw, karena kami akan melakukan trekking pada pagi hari, tepatnya pukul 4.30, sehingga matahari belum terbit, dan medan yang akan kami lalui adalah hutan belantara yang sangat rimbun. Jadi, bisa gw bayangkan, hutan yang penuh sesak dengan berbagai macam tumbuhan dan pohon, pada pagi buta, tidak terlihat jalan setapak sedikitpun, hanya ada rumput-rumput liar yang tumbuh setinggi satu hingga dua meter dari ujung kaki tempat lu berpijak. Oleh karena itu senter sangatlah berguna dalam kondisi seperti ini. Satu senter bisa dipakai untuk berdua bila tidak ada yang membawanya. Setelah semua berkumpul di luar ruangan, kami membenuk lingkaran dan mendengarkan nasihat - nasihat dari Bapak Awuy, beliau mengatakan bahwa di perjalanan awal kami akan melewati pedesaan dari penduduk sekitar, sehingga kami tidak diperbolehkan untuk ribut karena hari masih pagi dan matahari belum terbit, jadi penduduk masih terlelap dalam tidur beserta bunga-bunganya.

             Bismilhirahmanirrahim..
            Kami memulai langkah pertama kami dengan ucapan basmalah dan semangat yang menggebu - gebu dari kaki Gunung Merapi paling terujung, Vogels Hostel. Langkah awal dari seluruh perjalanan yang akan kami tempuh merupakan titik awal sekaligus lambang dari semangat perjuangan yang akan kami lewati nantinya. Bila langkah awal lu menunjukkan hati yang setengah-setengah, maka perjalanan lu tidak akan maksimal. Tapi, dari 10 orang peserta trekking kali ini, tampaknya tidak ada peserta yang menunjukkan kepatahan dari semangat mereka, bahkan anak kecil berumur tujuh tahun pun dengan tegapnya berjalan sambil membawa ransel berat. Gw gak abis pikir, kedua orang tua dari tiga orang anak keturunan Swiss ini memang memiliki jiwa petualang, sampai - sampai anak yang paling kecil juga diajak untuk trekking ke tempat yang medannya cukup ekstrem ini. Tapi jika dilihat dari perlengkapan - perlengkapan yang dibawa oleh kelima orang dari Swiss ini, mereka sepertinya telah berniat untuk mendaki gunung ringan atau trekking ke medan yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Mereka semua mengenakan sepatu gunung, jaket mendaki yang dikenakan oleh istrinya, dan tongkat Eiger yang dipakai oleh salah anak mereka yang tertua. Gw kagum dengan keluarga ini, dengan mengikuti wisata trekking seperti ini berarti mereka sudah mempersiapkan dan membumbui anak-anak mereka dengan latihan fisik yang sangat kuat dan mental yang tidak mudah patah kelak di kemudian hari ketika mereka tumbuh dewasa.

               Atmosfir di sini begitu damai. Kami lewati pedesaan penduduk sekitar dengan suasana yang amat sangat damai di pagi hari. Hanya terdengar jangkrik yang sedang menggesakan sayapnya dan gesekan antara sepatu kami dengan tanah berpasir yang kami lewati di awal perjalanan. Angin yang memeluk tubuh-tubuh hangat kami dengan mesranya seakan-akan lewat menemani dan mengiringi kami sepanjang jalan. Begitu juga dengan dedaunan yang saling berbisik satu sama lain terhembus angin menyambut kedatangan kami dengan damai. Gw mengeluarkan smartphone gw hanya untuk sesekali mengecek Google Map, sampai dimanakah perjalanan kami ini? Di penghujung pedesaan, gw tidak lagi melihat jalur lajur dari Google Map, hanya ada layar kosong berwarna krem hingga menuju Gunung Merapi. Dari sini, hanya tinggal insting yang bermain, kami mengikuti jejak Bapak Awuy sebagai pemandu perjalanan trekking kami. Beliau sudah puluhan tahun mendaki dan menuruni berbagai gunung di Indonesia, gw sangat kagum saat tahu beliau begitu sering mendaki gunung, karena mencapai puncak-puncak tertinggi di Indonesia adalah salah satu impian gw saat ini, dan sampai kapanpun itu. Dengan info seperti ini, gw tahu bahwa Bapak ini merupakan senior pendakian yang tidak main-main teknik dan instingnya dalam hal pendakian maupun trekking macam kami ini. 

        Di sepanjang perjalanan menuju tkp pertama, alias spot untuk melihat sunrise, kami diwejangi beberapa pengetahuan alam tentang lokasi tempat kami berpijak dan sejarah - sejarah mengenai erupsi dari sang Merapi. Tidak lama dari perjalanan langkah awal kami, kami semua sampai di tempat spot untuk melihat sunrise setelah melewati medan yang cukup curam dan butuh kehati-hatian dalam melangkah, karena bila tidak, kalian bisa jatuh ke dalam jurang hutan yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Sesampainya di spot, gw benar-benar menikmati dan mecoba untuk bersatu dengan segala atmosfir yang ada di sekeliling gw. Gw memahami bagaimana keindahan alam yang Allah ciptakan dan tidak bisa dijelaskan dengan sepatah maupun sepenggal cerita, bahkan kamera mahal pun tak sanggup membayar keindahan yang gw liat dengan mata telanjang saat itu, bagaimana gw merasakan udara sejuk dengan pori-pori kulit gw, bagaimana rasa telapak kaki gw ketika menginjak dan berpijak di atas rerumputan dingin di pagi buta, bagaimana mata gw dengan bebasnya menikmati keindahan rindangnya pepohonan, batang-batang pohon yang menjulang sangat tinggi, dan pelataran hutan yang terbentang sangat luas di depan bawah mata gw saat itu. Memang ciptaan Tuhan tidak akan pernah terbayarkan, tetapi dapat ternikmati dan disyukuri. Sambil bersiap-siap menunggu matahari terbit, orang-orang rombongan gw segera menyiapkan kameranya masing - masing. Ada yang meminta untuk difoto dengan latar hutan membentang, ada yang sedang menikmati indahnya alam dengan kedua bola mata mereka, dan ada juga yang mensketsa profil dari lingkungan tempat kami berpijak. Gw sangat bangga menjadi orang Indonesia ketika gw melihat orang-orang Swiss dan dua lainnya terkagum-kagum melihat keindahan alam yang dimiliki oleh negara Indonesia tecinta, rasanya ingin gw mengibarkan dan menancapkan bendera merah putih di puncak tertinggi di gunung yang megah ini.


       Foto Bpk. C. Awuy yang ikut terjepret dalam kamera gw.
                Gw, yang ikut andil dalam mengabadikan foto.
Terlihat puncak Gunung Merapi yang megah, tertutupi rerimbunan pohon
 Ketika waktu yang ditunggu-tungu tiba, sayangnya sunrise
sedikit tertutupi oleh awan yang begitu tebal
 Seorang komikus yang sedang menyeket profil lingkungan.

     Percayalah dengan yang gw katakan, bahwa kamera semahal apapun tak mampu membayar keindahan alam yang akan lu lihat dengan mata telanjang lu sendiri. Foto-foto diatas hanyalah 10% dari keindahan alam Gunung Merapi yang lu lihat secara langsung. Ya benar 10%, karena gw merasakan perbedaannya begitu kontras. Ketika sunrise telah tiba dan orang-orang menyiapkan kameranya, sayangnya awan tebal bekas hujan masih menutupi beberapa bagian dari sunrise, sehingga kami tidak dapat menikmati sunrise secara keseluruhan. Tapi hanya dengan sunrise yang tertutupi awan, gw pun masih puas dengan keindahan alam dimana gw berpijak saat itu, jadi sunrise tidaklah satu-satunya tujuan gw capek-capek datang ke tempat indah ini. Matahari sudah muncul di ufuk barat, langit sudah terang, tanda kami harus melanjutkan perjalanan. "How about the trip?" Bpk Awuy bertanya kepada kami semua."That's all only the part one, there are part two and part three, and part three is chalanging." beliau mempertegas perjalanan yang sudah kami tempuh dari jam 4.30 sampai jam 06.00 ini. Satu setengah jam adalah "part one". Wow! Rintangan berat yang sudah gw dan yang lainnya lewati itu ternyata masih 30% dari total perjalanan kami. Oke, semangat gw tidak malah turun, tetapi justru malah menggebu-gebu ingin segera mencapai ujung part two untuk melanjutkan ke part three.

     Burung - burung bernyanyi sepanjang jalan, mengepakkan sayap kekarnya di langit yang  terbentang luas dari seluruh bujur. Kicauan burung ini menemani gw selama dalam perjalanan kedua, hati gw saat itu benar-benar terasa damai dan tentram dengan adanya suara-suara tersebut ditambah dengan desiran angin yang lembut dan sapaan dedaunan yang begitu ramah pada jiwa. Perjalanan kedua ini menurut gw lebih menantang daripada perjalanan pertama tadi, bila dibandingkan, perjalanan pertama bukanlah apa - apa, mungkin hanya sebagai pemanasan, agar kaki - kaki yang kaku menjadi lentur kembali dan siap untuk menempuh ke medan yang lebih ekstrem. Di perjalanan kedua, lebih banyak duri, lebih banayak jurang, lebih banyak tumbuhan-tumbuhan setinggi 2 meter lebih yang akan siap menggerayangi tubuh lu hingga lu tidak merasa nyaman dengan keadaan yang seperti itu sepanjang jalan, dan lebih banyak pohon - pohon besar tumbang karena erupsi Merapi beberapa tahun lalu yang menghalangi trek jalan dan lu harus melaluinya dengan melompatnya, atau bahkan lu haus melompat dan memanjatnya karena letak pohon yang tumbang tersebut begitu tinggi untuk dicapai. Di tengah perjalanan kedua, kami tehenti dan beristirahat sebentar, dan saat itu Bpk. Awuy memperlihatkan kepada kami satu tumbuhan yang umum untuk dijadikan obat. Satu - satu dari kami diberi tanaman itu oleh beliau dan disuruh untuk mencium baunya. "Anyone can guess what plants is it and for what it's used for?" tanya beliau kepada kami semua. "Ini kayak minyak kayu putih ya Pak?" jawab teman kosan gw. "No, False." Bpk. Awuy mempertegas jawabannya dengan padat. Gw cium baunya dan memang seperti minyak kayu putih. Bapak dari ketiga anak Swiss itu sedikit mengernyitkan dahi, nampaknya dia tahu tanaman apa ini. "It's like.. like.. balm, yes, tiger balm?". "One hundred for you!" Bpk Awuy membenarkan jawaban Bapak Swiss itu karena jawabannya ternyata adalah balsem, tanaman ini diolah untuk dijadika balsem, namun kata beliau, tanaman ini bisa dimakan langsung akarnya dan mengobati sakit perut atau maag, bila ada luka luar, akar yang masih basah juga bisa diolesi ke bagian luka tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi. Hmm, Bapak senior ini benar - benar berpengalaman dan respeknya terhadap alam begitu besar, mungkin sebagian besar pengetahua alamnya beliau dapat secara otodidak dengan pengalamannya sendiri. Akhirnya kami sampai di penghujung perjalanan kedua dengan terhentinya kami pada sebuah shelter kecil yang telah rusak parah dan rubuh dengan kemiringan 90°. Beliau menjelaskan mengapa shelter ini bisa rubuh, untuk apa dulunya shelter ini digunakan, dan lewat mana untuk mencapai tempat ini. Ternyata shelter ini dahulu dapat dicapai dengan anak tangga yang sangat tinggi dari bawah sana, digunakan untuk tempat wisata sekaligus peristirahatan bagi pengunjung yang ingin mendaki Gunung Merapi. Tetapi sayangnya dengan adanya erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, pohon - pohon besar di seluruh lokasi ini dalam radius yang sangat besar banyak yang tumbang sehingga menghancurkan shelter dan anak tangga tempat menuju tempat ini secara total. Bahkan anak tangganya pun sudah tidak terlihat lagi, tertutup oleh tumbuhan dan pohon - pohon rindang yang tumbuh baru dari tanah.

 Tanaman yang akarnya diproduksi menjadi balsem.

     Perjalanan kedua telah kami tempuh dengan selamat, tanpa ada yang terluka, tanpa ada yang meyerah, dan tanpa ada yang mengalami kesulitan. Saat perjalanan ketiga akan mulai kami tempuh, tiba-tiba saja anak termuda dari Swiss yang berumur tujuh tahun itu terjatuh dari shelter ke tanah yang jaraknya sekitar 1 meter saat ingin melangkahkan kakinya. "Ouch! Are you allright?!" "Yeah okey im right." "Next time, watch your step, and follow me." Perbincangan antara dia dengan kakaknya. Sekali lagi yang membuat gw kagum dengan anak satu ini, dia sama sekali tidak mengeluh dan tidak menangis dengan kejadian seperti itu, padahal kalau gw replay kejadiannya, itu cukup menyakitkan. Dan juga gw salut dengan kakaknya yang paling tua, karena mengambil langkah bijaksana kepada adiknya agar dia lebih berhati - hati dalam melangkah dan menyuruhnya selalu berjalan di belakangnya, karena bila dalam kesulitan, kakaknya akan siap membantu dia. Dari sini emang banyak makna yang bisa gw ambil, bahwa kakak akan selalu menjaga adiknya apapun yang terjadi. Gw benar - benar salut!

      Tujuan dari perjalanan ketiga, perjalanan terakhir, atau "The Ending of  our Trekking Trip" kami sebelum menempuh kembali jalan pulang adalah untuk mencapai "Mount Merapi Lava Bed". Perjalanan kami yang terkahir ini memang lebih ekstrim lagi dari sebelum - sebelumnya. Gw semakin yakin, bahwa medan berbanding lurus dengan ketinggian dari perjalanan yang kami tempuh. Di sini teman kami mengalami kesulitan untuk melewati rintangan pohon besar yang tumbang tinggi menghalangi trek. Tetapi, dengan sedikit bantuan dan kerjasama akhirnya kami semua bisa melewati rintangan itu dengan selamat. Di sinilah sukanya gw dengan kegiatan semacam hiking, trekking, dan berkemah, rasa kerjasama dan tolong - menolong akan timbul dengan sendirinya, karena kami semua satu, satu tujuan, kami semua tidak ingin ada yang tertinggal dan terbebani, kami semua harus datang dan mencapai tujuan bersama - sama. Begitulah slogan gw. Di perjalanan, kami melintasi sehilir sungai kering, sungai kering ini digunakan Gunung Merapi untuk menumpahkan dan mengalirkan lahar dinginnya. Kadang di beberapa tempat sungai, masih terlihat lahar - lahar dingin yang dikeluarkan oleh gunung ini. Jadi gw harus berhati - hati dalam mengambil langkah, salah - salah kaki gw bisa amblas, karena lahar dingin ini seperti lumpur yang terlihat seperti semen padat.




 Sungai tempat mengalirnya lahar dingin
dan terbentuknya secara halus batu-batu untuk mengaliri lahar
yang mungkin oleh lava


        Setelah mencapai tempat ini, perjalanan kami hanya tinggal 10% lagi menuju Lava Bed sebelum kembali ke bawah. Dari tempat sungai itu, mungkin kurang lebih 1 kilometer kami akan segera menacapai the finish of the story. Ada beberapa benda yang membuat perjalanan gw tehenti ketika melihat dan terus memandangi benda tersebut. Benda ini hanyalah batu. Tetapi batu ini sangatlah unik, dengan warna - warnanya yang tidak sama, dan tertumpuk satu sama lain, dan temagw nyeletuk bahwa inilah yang disebut dengan balancing stone atau rocks balancing. Hal ini langka terjadi dan terlihat di mata gw. Jadi, gw abadikan pose batu tersebut dengan kamera smartphone gw sebagai kenang - kenangan ketika sudah sampai dibawah. Matahari sudah terasa menyengat dan menusuk kulit. Untungnya kami semua membawa pakaian berlengan panjang atau jaket, sehingga tidak akan membuat kulit menjadi belang.Suasana begitu hangat dengan teriknya sinar matahari bercampur dengan semilirnya angin yang bertiup lembut di pipi gw. Akhirnya, kami semua tiba di penghujung perjalanan pendakian. Kami tiba di Lava Bed Gunung Merapi. Pemandangannya begitu indah, namun gw sedikit heran mengapa tempat ini disebut lava bed. Gw melihat Bpk. Awuy melepaskan sepatu bootnya dan menyuruh kami melakukan hal yang sama kemudian berbaring di atas lava-lava yang sudah mengeras menjadi batu ini. Sekarang gw mengerti mengapa tempat ini dinamakan sebagai Lava Bed. Bayangkan bila lu bepergian jauh dengan berjalan kaki sambil membawa ransel yang begitu berat kemudian akhirnya lu bertemu kasur di tengah jalan. Betapa indahnya bukan? Hal itu gw rasakan ketika gw mencoba tidur - tiduran di atas lava yang telah mengering ini. Entah mengapa, batu lava yang keras ini bisa menjadi nyaman untuk digunakan sebagai kasur alam. Ahh, benar - benar indah, setelah capek menempuh perjalanan yang begitu jauh dan memakan banyak tenaga, kemudian diwejangi dengan kasur ala alam ini, yang hangat tersinari matahari, membuat beberapa dari kami tertidur pulas sekaligus me-recharge kembali tenaga kami yang hilang disaat perjalanan ke tempat ini.


 Rocks Balancing
Beberapa dari kami yang tertidur pulas.

             Pukul 08.00
      Usai sudah perjalanan kami. Kami sudah mencapai garis finish, merebahkan tubuh, mengistirahatkan kaki-kaki kami yang mulai keram, merenggangkan otot-otot leher yang selalu melihat ke atas. Selama setengah jam kami menikmati kasur buatan alam ini. Tidak perlu sesuatu yang mahal untuk menikmati suatu hidup, yang murah atau bahkan yang sudah ada pun akan sangat berguna bila kita sangat-sangat membutuhkannya.
          Setelah setengah jam beristirahat, kami segera bergegas mengepak barang-barang bawaan kami dan mengenakan sepatu kami kembali. Selanjutnya perjalanan pulang tidak begitu ekstrem seperti perjalanan menuju tempat ini, karena ada jalan lain menuju ke bawah yang lebih mudah untuk dituruni, tetapi tidak mudah untuk dinaiki, dan kami melewati beberapa jalan yang sudah kami tempuh sebelumnya. Sepanjang perjalanan pulang gw hanya bisa menikmati kembali suasana lingkungan yang ada sambil terhembus angin yang menyapu keringat di leher gw. Perjalanan ke bawah memakan waktu lebih sedikit, dan kami tiba lebih cepat. Sesampainya di bawah (Vogels Hostel) kami langsung diwejangi Nasi dengan buah -buahan segar, nasi goreng, dan Teh Manis Hangat beserta susu. Hahh perjalanan yang sungguh melelahkan hari itu.

         Entah kenapa gw sedih meninggalkan tempat itu, ada rasa rindu untuk mencapai tempat itu kembali suatu saat nanti. Mungkin ini yang disebut alam berbicara kepada kita. Dan gw telah bercengkrama begitu lama dengan Alam gunung Merapi. Gw yakin, dengan perjalanan jauh seperti gw belajar banyak hal tentang kehidupan dan arti dari kehidupan itu sendiri. Seperti yang sudah-sudah gw bilang dan publik katakan, pengalaman adalah guru yang paling baik dan benar. Gw ingin, suatu saat nanti gw akan ke puncak tertinggi Gunung Merapi dan mengibarkan bendera merah putih disana.. :) 

Merapi, izinkan aku untuk bercengkrama denganmu kembali..


written @KosanKaliurang
 
 
                

Tuesday, April 2, 2013

Satu Pergi, yang Lain Datang, Begitu Seterusnya

          Kayaknya kemarin-kemarin baru aja gw diberi kesenangan di dalam selingan hidup gw. Gw ngerasa seperti ada yang berubah, entah itu di dalam diri gw, di lingkungan tempat gw berpijak saat ini, atau bahkan di setiap dalam diri individu yang gw temui saat ini. Semua nya tampak berbeda dari biasanya, terlihat lebih mellow, puitis, dan slowmotion. Entahlah, apa mungkin ini pengaruh hujan besar yang baru saja kemarin turun menghantam kosan gw di sore hari setelah gw kelelahan bepergian jauh. Langit kelam, langit biru.. semua tampak aneh di mata gw. Gw nyalakan kipas angin berukuran kecil di kamar kosan gw, terdengar suara desingan kipas yang lambat dan mendayu-dayu. Sepertinya hari itu gw benar-benar kelelahan. Otak gw tak mampu bersinergi dengan badan gw. Gw coba untuk menundukkan kepala di atas matras, menelungkupkan badan, dan merentangkan tangan dan kaki selebar-lebarnya. Fiuhh.. nikmatnya matras berukuran dua kali satu meter yang berisikan busa ini. Seakan-akan gw bersatu dan bercinta dengan matras gila ini. Matras gila? Ya matras ini memang tidak terlalu nyaman, tapi siapapun yang sedang dalam keadaan "tidak stabil", dia tidak akan bisa menolak magnet dari sang matras. Angin dari kipas berdesir-desir di seluruh permukaan kepala gw dan badan gw yang saat itu terasa seperti batu. Perlahan-lahan daya otak gw menurun, tegangan mata mencapai titik minimum, dan seketika gw tertidur lelap ditemani oleh air mata bidadari dari langit...

-----------------------------------------------------------------------------

                                    Kunang-kunang kecil
                                    Kunang kunang manis
                                    Menyelimuti embun pagi
                                    Di bawah pohon rindang
                                    aku tertidur

                                                          Kutengadahkan kepalaku
                                                          Melihat matahari terbit
                                                          di kejauhkan ufuk barat
                                                          Kumelihat ciptaan Tuhan
                                                         diselimuti awan lembut


          Pukul 16.30, langit masih memperlihatkan ketidakbahagiaannya. Setelah tiga setengah jam gw tertidur setelah melaksanakan shalat Jumat, akhirnya gw terjaga kembali, kepala gw rasanya pusing tak menentu. Hujan sudah semakin reda, hanya tinggal menyisakan rintik-rintik rindu. Gw coba untuk mengangkat badan gw dari matras raja, dan pergi ke kamar mandi untuk menyelesaikan suatu ritual. Hahhh.. berat sekali rasanya untuk berjalan ke kamar mandi saja. Gw merasa hati jiwa gw belum berkumpul sejak mulai terjaga, bahkan sejak gw belum terlelap, sebagian jiwa gw rasanya masih berada di suatu tempat yang tidak ingin gw tinggalkan. 

        Gw kembali ke kamar dan mendapatkan lampu notifikasi ponsel gw berkedip. Oh, ternyata kakak kandung gw sudah tiba di Yogyakarta sedari tadi pagi. Hmmm, udah cukup lama gw tidak bertemu dengan kakak kandung gw yang kedua, tepatnya tiga bulan kurang. Lumayan rindu juga gw. Ketidakbahagian langit yang berpengaruh pada gw dicerahkan dengan kedatangan kedua kakak kandung gw bersama suaminya dan juga satu kakak sepupuku. Meski langit sudah sedikit cerah, namun tidak dengan tubuh gw, tulang-tulang di badan gw rasanya masih belum begitu rekat, begitu juga otot yang masih menegang. Dengan keadaan seperti itu, gw diajak untuk jalan-jalan mengitari Alun-alun Kidul Keraton bersama kakak - kakak gw di malam harinya. 

            Ah iya, gw hampir saja lupa punya janji dengan anak kosan. Teman gw yang baru lulus sidang S2 ini akan mengkhatamkan kosannya di Yogyakarta dan pulang ke kampung halamannya di kota Bandung karena dia hanya tinggal menunggu wisuda yang akan dilaksanakan Bulan April. Gw punya janji untuk mengantarkannya ke Stasiun Tugu Yogyakarta sekalian minta pamit untuk pulang. Ahh, orang Bandung satu-satunya di kosan gw dan yang satu-satunya yang dekat dengan gw, akhirnya pulang meninggalkan Kota Yogyakarta. Gak sengaja gw baca status updatenya di Blackberry Messanger, "Yogyakarta is always be my second home." Yap, gw ngerti gimana perasaan dia harus pulang, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena membawa pulang hasil baik kepada kedua orang tua, dan sedih karena harus meninggalkan kota yang sangat penuh dengan kenangan ini. Bila gw jadi dia, gw sangat berat hati untuk meninggalka kota ini darimanapun sisinya, darimanapun asalnya..

         Pukul 19.30, gw mulai starter motor gw untuk dipanaskan karena gw udah memiliki janji dengan kakak gw bertemu di seberang Stasiun Tugu Yogyakarta sekalian mengantar teman kosan gw ini. Sekali lagi gw nikamtin jalanan di sepanjang jalan dengan begitu mellow dan slowmotion, gw lihat orang-orang beriringan berjalan, mengistirahatkan tubuhnya di angkringan, tukang becak yang dengan berat mengayuh pedal becaknya, kuda-kuda kekar yang menarik gerobak delman di sepanjang Jalan Mangkubumi, lampu-lampu kuning di jalanan yang membuat suasana tampak hangat, hingga Tugu Yogyakarta yang tampak megah di perempatan jalan.  Semuanya tampak puitis di mata gw saat itu. Sampai saatnya gw harus berpisah dengan teman kosan gw ini di seberang Stasiun Tugu Yogyakarta. Selamat jalan kawan..

          Sedari kepergian teman gw, gw parkirkan motor di pelataran pinggir jalanan, dan menemui kakak gw beserta suaminya, dan saudara gw sedang nyaman bercanda gurau di lesehan sebuah angkringan. Gw datang menghampiri dan mereka menyambut hangat kedatangan gw dengan berjabatan tangan yang artinya "Sudah lama tak jumpa." Akhirnya gw pun ikut makan di angkringan secara gratis karena dibiayai oleh kakak gw. Suasana disini benar-benar lepas, saling melepas rindu, bercanda gurau lelucon lama, dan saling bercengkrama satu sama lain. Kami semua menghabiskan malam Sabtu itu dengan berkeliling keraton Yogyakarta, tepatnya Alkid Keraton Kota Yogyakarta. 

        Hingga keesokan harinya, kami sekali lagi menghabiskan waktu di luar berkeliling Kota Yogyakarta untuk yang terakhir kalinya sampai malam. Kenyamanan ini mengingatkan gw pada sesuatu. Gw masih rindu akan satu hal dan tak tahu apa itu. Sampai akhirnya malam pun tiba dan menurunkan air mata bidadari. Kami terpaksa harus pulang dan tidak melanjutkan perjalanan. Kecewa rasanya, tapi mungkin sebatas ini sudah cukup Tuhan memberikan gw kesenangan untuk melepaskan rindu bersama saudara-saudara. Gw pulang ke kosan dan teritidur lelap sampai keesokan di pagi hari. Gw terbangun dan membaca messanger dari kakak gw yang berisikan permintaan pamit ingin pulang ke Kota Bandung.

           Semua rasanya begitu klise, begitu cepat, bagiakan puisi pendek yang memiliki banyak makna tersirat dalam isinya. Menusuk tajam di dalam hati dan pikiran. Rasanya seperti maju ke masa depan dan kembali lagi ke masa dimana sebenarnya kita berpijak dan melakukan kerutinan keseharian kita. Meninggalkan sesuatu yang tidak seharunya tetapi enggan pergi. Yang satu pergi, Yang lain datang dan begitu seterusnya.. 

            Setelah beberapa lama waktu mengistirahatkan pikiran, akhirnya gw sadar...

       "gw masih rindu dengan suasana suatu tempat tertinggi yang pernah gw pijak di Jogjakarta, Gunung Merapi. Aku tidak akan pernah melupakan bisikan-bisikanmu." 



-written @KosanKaliurang

Monday, April 1, 2013

Eksperimen Agak Gagal I

           Hmmm, sebenernya eksperimen makanan ini udah lama bgt, gw lakuin sebelum gw ngekos di Yogyakarta dan setelah gw keluar dari kosan Jatinangor. Lebih tepatnya gw lakuin ketika gw berada di rumah gw tercinta di Bandung, tepatnya pinggiran Bandung, atau lebih tepatnya lagi perbatasan Bandung dan Cimahi. Otak gw emang kadang-kadang suka mencoba hal-hal baru dari yang normal sampe yang aneh. Hahaha... eksperimen aneh, makannya gw tulis di Judulnya "Eksperimen Agak Gagal" karena sebenernya eksperimen pembuatan makanan ini gak begitu berhasil-berhasil amat dan juga ga gagal-gagal amat, paling ngga masih bisa dicicipi dan dimakan sampai habis men. Dan ohya, ekperimen ini adalah eksperimen yang tertunda sejak lama, sejak gw ngekos di Jatinangor. Karena gw bosen bgt dengan makanan - makanan yang ada di sekitar kosan, itu-itu saja. Akhirnya, gw mencoba untuk berinisiatif membuat makanan ajaib buatan gw, hahahaha Like A Cooking Master, Man (Biasa kalo cowok bikin Makanan atau masak rasanya jago banget, padahal kaya sempak hasilnya, hahahaha). Tadinya gw mau masak ini masakan di MagicJar Rice cooker sejak di kosan, tapi gak sempet, jadi ya udah deh gw buatnya pake panci dan kompor gas di rumah aja, hahaha (alasan gak mau repot).

            Aanndd this is step by step of my nasty food...

          Jadi sebenernya gw cuma pengen makan mi goreng, tapi karena gw bosen dengan rasanya yang itu - itu aja, jadi gw mencoba untuk bereksperimen dengan menggabungkan dua rasa dari Indomie Mie Goreng. Siapa sih yang gak suka Mi Goreng? Gw tampol lu! Bahkan orang luar negri sangat tergila-gila dengan makanan mendadak miskin ini, coba aja cek di Youtube. Karena saat itu yang lagi ngetrend - ngetrendnya adalah mi goreng rasa Rendang padahal ga ada rendangnya, dan mi goreng rasa sambal ijo padahal ga ada sambal nya, jadi gw coba untuk menggabungkan kedua rasa itu dengan brutal. Dowewewenggg.. gak kebayang kan gan rasanya, oke kalo gitu langsung cekibrot aja nih eksperimen mustahil gw.

1. First..
   Lu harus percaya diri dengan eksperimen yang akan lu buat atau lu kerjakan. Kalo lu gak pede, hasilnya akan lebih sempak dari yang lu bayangkan, mungkin saja makanan itu sampai tidak bisa dimakan atau lu bisa jijik sendiri dengan makanan yang lu buat hahaha. Oke malah ngalor ngidul nganan ngiri, back to the topic, pertama lu siapin apa aja yang dibutuhin, yaitu mi goreng rasa rendang yang masih fresh dibungkusin pake warna ungu dan mi goreng rasa sambal ijo yang dibungkusin warna ijo, awas palsu di terawang dulu gan! 
And here's i gave you some pics..

gw ralat, ternyata namanya cabe ijo

2. Second...
  Kedua, apa yang biasanya lu lakukan setelah menemukan kedua benda sakral saat akhir bulan tersebut? merobeknya, mengoyaknya dengan gigi sampai hancur? Gw pikir itu bukan cara yang baik. Buka perlahan-perlahan bungkusnya, jangan terburu- buru menggunakan nafsu, karena mi goreng tidak senang dengan perlakuan seperti itu, dia punya perasaan yang lembut, seperti mi yang kelamaan direbus, jadi njlemek. Oke, gw gak tau lu biasanya langsung merebus mi nya di dalam air mendidih njebluk2 di panci atau menabur bumbunya dulu di mangkok setelah membuka bungkus mi nya. Yang gw lakukan kemarin adalah menabur bumbu-bumbu dari kedua mi goreng yang telah gw buka bungkusnya bersama nenen bengeknya, yaitu cabe, sambal, bawang goreng, minyak, bumbu rendang kental, dan bumbu cabe ijo kental, dan kecap (keseringan sampe apal).
Here's again i gave you the pic for more details..

Yeah, seperti pulau yang dikelilingi lautan cabe dan kecap rendang

3. Third
    Bagian ini adalah paling penting, yaitu bagian memanaskan air hingga mendidih, hati - hati jauhkan dari anak - anak, minta bantuan orang tua bila perlu, atau kakek nenek anda bila sangat terdesak. Kenapa gw bilang penting? sebenernya gak penting-penting banget sih. Jadi, gw cuma mengingatkan supaya lebih efisien memanaskan air sampai mendidih dalam memasak mi goreng, apalagi dengan kompor yang panasnya lama banget sampe jaman batu tiba lagi. Setelah lu berniat untuk membuat mi goreng, jangan langsung membuka bungkus mi goreng dan menabur bumbunya dalam mangkok atau sebagainya. Tapi, ambil dulu air jernih apapun kecuali air comberan untuk merebus mi goreng dan panaskan air hingga mendidih 373 derajat Kelvin. Dengan begini lu bisa nunggu air panas hingga mendidih sambil beraktifitas yang lain seperti jogging, skotjam, pushup. oh! salah, maksud gw sambil membuka bungkus mi, menabur bumbu - bumbu nya ke dalam mangkok. Coba bayangkan bila lu memanaskan air belakangan, lu bakal mati gaya men nungguin air sampe mendidih! karena ga ada kerjaan. Haha. Setelah itu, baru masukkan mi yang sudah telanjang ke dalam air yang telah mendidih.
Oke karena gak ada picnya, gw gambar manual aja di paint, here is the pic..

Apinya kebakaran jenggot.

4. Fourth
    Kalo bagian ini bagian yang paling hati-hati. Karena lu akan bermain dengan api yang bergairah dan si air mendidih yang liar. Ya, hati-hati. Di sini kita akan mati gaya lagi, nungguin mie nya sampe lembek gak keras dan layak untuk dimakan (sebenernya ga dimasak juga layak dimakan, tinggal di bumbuin kayak Anak Mas jaman '90an). Mungkin di sini kalian ada yang sambil bermain HP, nonton TV, lari di tempat, push up, atau bahkan ketiduran sampe airnya asat dan mie nya gosong. Jangan sampai ya teman, kata nenek itu berbahaya. Nanti rumah lu bisa kobong gan! Okeh, setelah kita menyibukkan diri sampai mie nya matang, lembek tapi jangan terlalu lembek, lalu angkat pancinya dari si kompor maut dan tiriskan air mendidihnya menggunakan saringan ber-kisi sangat kecil agar mie nya ga ikut kesaring. Bagi yang nubi, biar gw jelaskan dengan gambar - gambar tidak senonoh berikut..

ini si api panas bergairah.. ohyes. Whoosss..
ini si air liar mendidih dengan girangnya..
Dan ini bila disatukan..
.......................................
ini simulasi mie setelah air mendidihnya ditiriskan
yang siap dibuang ke dalam mangkok berisi bumbu kenikmatan.

5. Fifth
    Nah langkah ini sudah hampir mencapai puncak klimaks kenikmatan yang tak terbayangkan. Setalah melihat pic terkahir di atas, tumpahkan mie nya ke lantai dalam mangkok dan kocok-kocok, atau lebih tepatnya aduk mi nya sampai bumbu-bumbunya merata pada seluruh mie yang ada di dalam mangkok. Aduk dengan perlahan dan jangan menggunakan nafsu, karena bisa tumpeh-tumpeh mie nya. Sepertinya gak perlu panjang lebar gw menjabarkan langkah kelima ini, langsung aja cekibrot lihat picnya setelah diaduk hingga merata..

 Yiiihhaaaa, mie goreng double rasa udah sukses gw buat
silahkan dicoba dan cicipi kenikmatan yang tiada tara.

Jika lu masih bosan dengan rasa yang begini - begini saja, 
lu bisa menambahkan topping di atas mie goreng yang telah lu buat.
Begini hasilnya...

Gw meggunakan sample topping keju yang sudah diparut
Hmm yummy, rasanya sampah nikmat menggugah selera..

             Fiuhh, lelah juga membuat postingan tidak berguna seperti ini. Akhirnya selesai juga. Andd this is it! Eksperimen makanan nikmat ala gw. Eksperimen ini sangat berguna banget bagi lu lu yang ngekos dan di saat akhir bulan, "kantong lipet" lu berdebu.. bisa mencoba ekperimen ini dengan rasa yang berbeda dan topping yang bermacam-macam.

             Oke, seri eksperimen agak gagal lainya akan gw post setelah mencoba hal-hal absurd lainnya. See ya!



-written @KosanKaliurang